Singapura Dilanda Kasus Gagal Ginjal

Singapura
Singapura melaporkan peningkatan yang signifikan dalam kasus gagal ginjal. National Kidney Foundation (NKF) mendaftarkan setidaknya enam pasien lagi setiap hari dalam diagnosis penyakit tersebut.

Namun, jumlah orang yang mengidap penyakit ginjal kronis diperkirakan bisa lebih dari 300 ribu orang. Dari catatan pemerintah, kasus gagal ginjal di Singapura hanya 9.000 kasus yang berhasil didiagnosis.

Saat ini, lebih dari 300.000 orang dengan penyakit ginjal kronis (CKD) mungkin menderita penyakit ini.

“Ini adalah satu-satunya kasus yang telah diidentifikasi. Untuk setiap 10 tes, sekitar lima hingga tujuh orang tidak mengetahui statusnya,” kata Yeo See Cheng, kepala kedokteran ginjal di Rumah Sakit Tan Tock Seng (TTSH).

“Ini berarti 200.000 lebih banyak orang dapat berjalan-jalan tanpa menyadari bahwa ginjal mereka mengalami masalah. Jika dibiarkan, CKD akan berkembang menjadi gagal ginjal,” tuturnya yang dikutip dari Channel News Asia.

Yono mengatakan bahwa sekitar sepertiga pasien tidak tahu masalah ginjalnya. Karena keterlambatan pengobatannya, kondisinya semakin memburuk.

Biasanya pasien sudah mengalami kondisi yang serius, seperti kaki bengkak dan perut gatal. Di sinilah pasien sering berada di ambang kegagalan, karena kerusakan tidak dapat diperbaiki.

Maka dari itu, pasien harus segera memulai dialisis yang menjadi terapi seumur hidup, kecuali transplantasi sudah dekat.

“Ini seperti silent killer. Karena pada tahap awal (PGK), pasien tidak memiliki gejala apapun. Mereka merasa normal, merasa sehat, meski fungsi ginjalnya menurun,” jelas Yeo.

“Banyak pasien bahkan tidak menyadarinya sampai mereka berada di stadium lima, yang dikenal sebagai gagal ginjal,” sambungnya.

Sejauh ini, penyebab kasus gagal ginjal yang paling umum di Singapura didominasi oleh kasus diabetes 1 dan 2. Adapun penyebab lainnya, termasuk hipertensi, peradangan, dan faktor genetik.

Hal ini yang dialami Radheana Zamri (30), sudah mengidap gagal ginjal selama sembilan tahun. Ia menderita gagal ginjal dan harus menjalani cuci darah atau dialisis sejak usianya 21 tahun.

Radheana mengidap diabetes tipe 1 sejak usia delapan tahun. Namun, ia tidak menyangka penyakitnya bisa berkembang menjadi penyakit ginjal kronis.

Kondisi ini merenggut masa mudanya. Radheana tidak bisa berjalan-jalan seperti anak seusianya, dan harus menjalani dialisis.

“(Sebagai) anak muda, kami suka bepergian. Keluarga saya juga selalu suka jalan-jalan, jadi terkadang saya tidak bisa mengikuti mereka. Atau ketika mereka ingin tinggal lebih lama, saya hanya bisa pergi untuk waktu yang lebih singkat,” ujar Radheana.

“Sepertinya hidup saya ada di sini (di pusat dialisis), sulit mendapat teman. Ini garis hidup saya. Kalau saya (tidak) pergi, ya sudah,” pungkasnya.

Leave a Reply

Please sing in to post your comment or singup if you don't have account.