Jakarta – Hari Braille Sedunia tidak hanya diperingati oleh para penyandang tunanetra total, namun juga bagi para penyandang low vision. Karena seseorang dengan low vision juga dianggap buta.
Menurut laman Cleveland Clinic, low vision merupakan cedera yang tidak dapat diatasi dengan kacamata, lensa kontak, atau prosedur pembedahan. Kondisi ini bisa berupa kebutaan, penglihatan malam yang buruk, atau penglihatan yang buruk.
Secara umum low vision disebabkan oleh menurunnya fungsi mata akibat bertambahnya usia. Namun pada beberapa kasus, low vision juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti glaukoma atau diabetes.
Meskipun low vision tidak dapat diperbaiki dengan lensa atau pembedahan, penderita low vision masih dapat melihat sampai batas tertentu dengan bantuan peralatan tertentu.
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dikutip di situs Kementerian Kesehatan Indonesia, pada tahun 2018, lebih dari 285 juta orang di seluruh dunia menderita cedera. Di antara mereka, 124 juta orang mengalami masalah penglihatan.
Apakah low vision menyebabkan kerusakan mata?
Meski low vision tidak menyebabkan kebutaan total, namun penderita kondisi ini bisa menjadi buta. Berdasarkan penglihatannya, low vision dibagi menjadi dua kategori, yaitu:
Kebutaan: orang dengan ketajaman penglihatan 20/70 dan 20/200.
Buta secara hukum: mereka yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/200 dalam koreksi tradisional dan/atau mereka yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20 derajat. Apabila penyandang tunanetra termasuk dalam kategori buta hukum, maka ia diakui buta dan mempunyai hak yang sama dengan orang buta total.
Pemandangan untuk orang yang dapat melihat
Sebagian besar kasus low vision tidak dapat diobati dengan kacamata atau lensa kontak. Namun, ada banyak alat bantu low vision yang dapat digunakan untuk membantu penderita kondisi tersebut tetap aktif, antara lain:
- Kacamata teleskopik
- Mesin terangkat
- Prisma untuk membaca
- Lensa dapat menyaringcahaya